Reformasi dalam Demonstrasi
Ketika menyebut kata demonstrasi, yang sejenak terlintas di kepala adalah kemacetan, mahasiswa, dan polusi. Hal ini bukan tanpa alasan karena sejatinya demonstrasi merupakan sebuah gerakan protes yang sebagian besar aksinya dilakukan oleh mahasiswa sebagai subjek orator, polusi asap dari ban bekas yang dibakar adalah upaya untuk menarik perhatian masyarakat dan kemacetan adalah hasil. Kegiatan demonstrasi di negara demokrasi seperti Indonesia adalah hal yang wajar dan memang mungkin seharusnya dilakukan menurut sebagian pendapat orang, motifnya juga beragam seperti isu agama, politik, sistem pemerintahan, korupsi dan pangan, pastinya tidak jauh dari permasalahan dan isu-isu sosial yang sedang berkembang di tengah masyarakat.
Sebagian besar aksi unjuk rasa berisi tuntutan pemenuhan hak-hak sosial yang harus dipenuhi oleh objek. Beberapa hasil dari unjuk rasa berhasil dipenuhi dan mayoritas lebihnya hanya sebagai formalitas belaka kemudian hilang terlupakan. Demonstrasi yang terjadi di Indonesia mayoritas dilakukan atas nama rakyat, namun faktanya kita tidak pernah tahu rakyat mana yang diperjuangkan, karena pada implementasinya, demonstrasi seringkali menghasilkan kejenuhan dan umpatan dari masyarakat.
Para demonstran harusnya dapat melakukan instrospeksi diri bagaimana kurangnya antusias dan kurangnya rasa hormat yang mereka dapat dari masyarakat, karena pada dasarnya kegiatan tersebut tidak dilakukan dengan baik dan benar melainkan hanya nafsu para demonstran yang seolah-olah sedang berjuang untuk kepentingan masyarakat.
Kurangnya rasa hormat dari masyarakat kepada para demonstran bukan tanpa alasan, seringkali unjuk rasa yang dilakukan bahkan tidak memberi efek baik sedikitpun selain kerusakan dan menjadi salah satu faktor yang menghambat kegiatan sehari-hari masyarakat. Unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa dan para demonstran di zaman ini terlalu terlampau sangat kuno dan seperti jalan di tempat, masih menggunakan cara lama dan dilakukan terus menerus tanpa memperhitungkan dampak buruk sosial masyarakat. Terlihat dengan banyaknya masyarakat yang tidak setuju dengan hal semacam ini karena hilangnya rasa percaya.
Kita tentunya mengerti apa yang ada di benak dan pikiran para mahasiswa yang sedang semangatnya memperjuangkan hak-hak rakyat, kita juga mengerti para mahasiswa bergejolak hati dan jiwanya melihat masyarakat menderita dari kebijakan-kebijakan salah yang diputuskan pemerintah, dan kita juga mengerti mahasiswa adalah ujung tombak dari reformasi di Indonesia. Tapi cobalah sedikit merenung, semua yang dilakukan berlebihan akan tidak baik bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Orasi secukupnya, jangan sampai menyusahkan masyarakat seperti yang dilakukan oleh sebagian oknum demonstran yang melakukan aksi unjuk rasa dari pagi, siang hingga malam. Tak sedikit masyarakat yang turun langsung dan terang-terangan memohon kepada para demonstran yang menutup total jalan utama agar membuka portal yang menghalangi aktifitasnya.
Miris ketika melihat para pengemudi angkutan umum mengeluh terhambat pekerjaannya karena tidak bisa melawati rutenya, melihat para pengemudi mobil kontainer yang kendaraannya ditahan dan digunakan sebagai alat orasi, melihat bagaimana wanita paruh baya, ibu menyusui dan wanita hamil menahan teriknya matahari dan panas yang menembus kulit mereka, melihat bagaimana para tulang punggung keluarga yang pekerjaannya terhambat. Semua ini tidak lain dan tidak bukan karena kegiatan unjuk rasa yang dilakukan oleh demonstran secara berlebihan dan telah melenceng dari konsteks demonstrasi.
Mengherankan, penolakan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai pengguna jalan atas aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para demonstran tidak digubris, hal ini merupakan cerminan terhadap apa yang mereka tuntut. Mengambil hak masyarakat dengan dalih memperjuangkan masyarakat. Justru mereka ini lah yang harusnya dilakukan reformasi ulang.
Kurangnya riset dan literatur yang dilakukan para demonstran adalah sumber utama kegagalan dan hilangnya kepercayaan dari masyarakat. Seringkali kita melihat unjuk rasa yang salah alamat, mengumpulkan banyak massa tapi tidak mengetahui apa yang mereka tuntut dan solusi apa yang mereka tawarkan. Contoh kecilnya adalah menolak kenaikan harga BBM tapi menutup SPBU, melakukan tindakan yang tidak saling terikat merupakan bukti kurangnya intelektual yang dilakukan oleh para demonstran.
Demonstrasi bukannya harus ditinggalkan atau ditiadakan, lebih ke berfikir sebelum bertindak, harus ada reformasi dan cara baru yang harus mahasiswa dan para demonstran lakukan untuk menarik hati dan simpati masyarakat yang telah lama hilang. Karena menyampaikan pendapat tidak harus menyusahkan masyarakat, tidak harus menutup seluruh jalan, tidak harus membakar ban, tidak harus melakukan kerusuhan dan tidak harus mengumpulkan massa yang banyak di jalanan.
Dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat maju di zaman ini, mahasiswa dan para demonstran harus bisa mendapatkan cara dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Menarik simpati dan kepercayaan masyarakat sangat mudah, cukup melakukan aksi unjuk rasa yang benar-benar memperjuangkan hak-hak masyarakat, duduk bersama masyarakat dan mendengarkan aspirasi masyarakat sebelum menyuarakan aspirasi dari masyarakat. Karena sejatinya kita harus mendengarkan pendapat orang lain sebelum menyampaikan dan mempertahankan pendapat kita. Hal ini harusnya dilakukan dengan riset dan banyaknya literatur dengan mengadakan diskusi sebelum bertindak sehingga apa yang akan disampaikan tepat sasaran tanpa mengganggu kepentingan umum apapun alasannya.
Mahasiswa pelaku unjuk rasa dan demonstran harus bisa melihat sisi lain terhadap apa yang mereka perjuangkan, daripada melakukan unjuk rasa terhadap penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak yang dilakukan pemerintah mengapa tidak melakukan kampanye di tempat-tempat strategis untuk melakukan himbauan dan edukasi kepada masyarakat yang mampu untuk tidak membeli bahan bakar bersubsidi.
Kesimpulannya bahwa unjuk rasa di zaman ini tidak sepenuhnya salah, tapi perlu ada perbaikan dan inovasi sebelum melakukan unjuk rasa. Pentingnya literasi sebelum turun ke jalan, kesampingkan ego dan ingin dipuji ketika memperjuangkan hak-hak masyarakat.
Perjuangan yang dilakukan bersama-sama harus didasari oleh pikiran yang positif dan hati yang jernih.
Kirim Komentar EmoticonEmoticon